Ketika Allah Yang Maha Tinggi berkehendak memancarkan hakikat (cahaya)

Ketika Allah Yang Maha Tinggi berkehendak memancarkan hakikat (cahaya) Muhammad itu dan menghadirkan wujudnya secara nyata, baik jasmaniah maupun ruhaniah, Dia pun memindahkan cahaya itu ke rahim kuat Āminah az-Zuhriyyah.

Allah Yang Maha Dekat dan Maha Memperkenankan telah mengistimewakan Āminah dengan menjadikan dirinya ibu bagi dia yang dipilih-Nya. Lalu, digemakanlah kehadiran dzat cahaya dalam kandungan itu ke seluruh lapisan langit dan bumi.

Maka…

Semakin rindulah setiap makhluk mengirup kesegaran Muhammad. Terhiasilah bumi oleh tumbuh-tumbuhan setelah kegersangannya yang lama laksana terbebasnya ia dari pakaian sutera. Buah-buahan mematang dan pohon pun merundukkannya sehingga seorang pemetik dapat meraihnya.

Hewan-hewan milik Quraisy memperbincangkan kehadiran Muhammad dalam kandungan, fasih laksana lidah-lidah arab. Wajah dan mulut singgasana-singgasana, juga berhala-berhala, roboh tersungkur. Bersuka citalah hewan-hewan liar di timur, di barat, dan di lautan. Selaksa alam bagaikan meneguk anggur di cawan-cawan kebahagiaan.

Jin dihibur oleh kelahirannya yang dekat. Para peramal terkecoh. Kerahiban bergetar takut. Setiap pengkhabar menyambut berita ini dan takjub dengan pesona keindahannya.

Lalu, dijadikanlah sang ibu bermimpi dan disampaikanlah: “Sungguh, engkau benar-benar telah mengandung seorang junjungan alam semesta dan sebaik-baiknya manusia. Setelah engkau melahirkannya, namailah ia “Muhammad” (yang terpuji berkali-kali), karena ia, sungguh, akan banyak dipuji.”

———-

Harumkanlah, wahai Allah, kubur beliau yang mulia itu dengan semerbak aroma wangi shalawat dan salam.

———-

Dipetik dari “Iqdul Jawāhir” (Kalung Permata), Asy-Syaikh Ja’far al-Barzanj ī Bin Hasan Bin ‘Abdul Karīm, diterjemahkan oleh Iqbal Harafa.

PESANTREN DAARUL ULUUM
BOGOR

Isra dan Mi’raj (Bagian 21)

AL-MUSTAWĀ

Nabi saw., kemudian, dinaikkan kembali ke Sidrah al-Muntahā. Kabut berwarna warni menyelubungi beliau. Jibrīl mengundurkan diri.

Nabi saw., kemudian, dinaikkan ke al-Mustawā, tempat di mana beliau mendengar (suara) Sharīf al-Aqlām (goresan pena-pena yang mencatat berbagai qadha Allah dan wahyu-Nya yang sudah ditetapkan di al-Lauh al-Mahfūzh, dan mencatat atau menghapus amar dan pengaturan Allah sesuai dengan kehendak-Nya).

Nabi saw. melihat pria tak dikenal di dalam cahaya ‘Arsy. Beliau bertanya: “Siapakah ini? Malaikatkah?” Dijawablah: “Bukan!” Beliau bertanya: “Nabikah?” Dijawablah: “Bukan!” Beliau bertanya: “Jika demikian, siapakah dia?” Dijawablah: “Inilah pria yang lidahnya, selama di dunia, sibuk menyebut nama Allah, hatinya tertaut di masjid, dan tak pernah sekalipun memaki kedua orang tuanya.”

———-

QISHSHAH AL-MI’RĀJ

Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh Iqbal Harafa.

RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM
BOGOR

———-

Isra dan Mi’raj (Bagian 20)

NERAKA

Kemudian, diperlihatkanlah kepada Nabi saw. Neraka. Di dalamnya, (terhampar) murka Allah, celaan, dan pembalasan-Nya. Jika sebuah batu dan besi dilempar ke sana, niscaya neraka melumatnya.

Di dalam Neraka, Nabi saw. melihat sekelompok orang yang sedang memakan bangkai. Beliau bertanya: “Siapakah mereka semua, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang suka memakan daging-daging sesamanya.”

Nabi saw., kemudian, melihat Mālik, malaikat penjaga neraka. Ia adalah sosok pemuram (dan tak pernah tersenyum). Di wajahnya, terpancar kemurkaan.

Beliau mengawali ucapan salam kepada Mālik. Lalu, (gerbang) neraka pun ditutup.

———-

QISHSHAH AL-MI’RĀJ

Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh Iqbal Harafa.

RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM
BOGOR

———-

Isra dan Mi’raj (Bagian 17)

AL-BAIT AL-MA’MŪR

Nabi saw., kemudian, masuk ke al-Bait al-Ma’mūr. Bersama beliau, masuk pula orang-orang yang pada dirinya terkenakan pakaian berwarna putih. Sementara itu, orang-orang yang pada dirinya terkenakan pakaian berwarna abu, (yang turut masuk pula bersama beliau, berada dalam keadaan) terhalang. Namun, mereka berada dalam kebaikan (dari Allah).

Nabi saw., kemudian, shalat bersama orang-orang yang beriman itu di al-Bait al-Ma’mūr.

Al-Bait al-Ma’mūr adalah suatu tempat yang senantiasa dimasuki, setiap harinya, oleh tujuh puluh ribu malaikat yang tidak akan kembali lagi ke sana sampai hari kiamat.

Al-Bait al-Ma’mūr berkaki di Ka’bah (yang, karena itu, keduanya berada dalam satu garis). Jika sebuah batu jatuh darinya, maka ia akan jatuh ke atas Ka’bah.

Dalam sebuah riwayat lain (diterangkan bahwa di sinilah) disodorkan kepada Nabi saw. tiga cawan yang telah dijelaskan sebelumnya. Beliau mengambil (cawan berisi) susu. Jibrīl membenarkan apa yang dilakukan olehnya sebagaimana telah dijelaskan, lalu berkata, seperti (diterangkan) dalam suatu riwayat: “Inilah fitrah (Dīn al-Islām) yang di atasnyalah engkau dan umatmu berada.”

———-

QISHSHAH AL-MI’RĀJ

Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh Iqbal Harafa.

RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM
BOGOR

———-