SURGA
Nabi saw., kemudian, menuju ke (tepi) Sungai al-Kautsar, (mengikuti aliran airnya), hingga masuk ke dalam surga. Terhamparlah di sana apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah melintas di hati siapapun.
Di gerbang Surga, Nabi saw. melihat tulisan, “Sedekah (akan diganjar) dengan sepuluh kali lipat kebajikan sejenis, sedangkan menghutangkan (akan dibalas) dengan delapan belas kali lipat.”
Nabi saw. bertanya, “Wahai Jibrīl, kenapa menghutangkan lebih utama dari sedekah?” Jibrīl menjawab: “Karena seorang peminta, saat ia meminta, maka memiliki sesuatu pada dirinya, sedangkan orang yang berhutang, tidak akan berhutang kecuali karena kebutuhan.”
Nabi saw., kemudian, berjalan kembali. Tampaklah sungai-sungai susu yang rasanya tidak akan berubah, sungai-sungai khamr yang (terasa) lezat bagi peminum-peminumnya, dan sungai-sungai madu yang murni.
Tampak pula di sana kubah-kubah mutiara yang batu-batu delimanya laksana ember-ember besar (yang menaungi kenikmatan yang dianugerahkan kepada penghuninya dengan limpahan anugerah kenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah melintas di hati siapapun).
Dalam satu riwayat (diterangkan bahwa) di Surga, ada pula (hamparan) batu-batu delima (yang besar dan gerak kilauannya) seperti kulit-kulit unta (yang dijadikan) pelana pembawa muatan. Ada pula burung-burung yang (besarnya) seperti unta-unta Bukhātī (jenis unta yang berasal dari Khurasan).
Abu Bakar (saat Nabi saw., kelak, menceritakan hal itu) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah itu, benar-benar, (bagian dari) kenikmatan (yang tersedia di surga)” Nabi saw. menjawab: “(Ya). Aku, bahkan, memakan (daging burung Surga) yang jauh lebih nikmat. Sungguh, aku sangat berharap agar engkau pun memakannya (kelak).”
Nabi saw., kemudian, menatap (lagi) Sungai al-Kautsar yang di tepi-tepinya terdapat kubah-kubah mutiara besar yang terbuka. Tanahnya menebarkan (semerbak aroma) wangi.
(Bersambung ke Bagian 20)
QISHSHAH AL-MI’RĀJ
Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.
RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR
* Sumber Tulisan: http://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/05/20/dardir-19/