Isrā’ dan Mi’rāj 22

MELIHAT ALLAH DAN PERINTAH SHALAT

Nabi saw. pun, kemudian, melihat (Allah) Tuhan Pemelihara beliau, Yang Maha Suci dan Maha Tinggi (dengan hati dan kedua mata beliau sendiri dan dengan suatu cara melihat yang tidak dilakukan dari suatu sudut tertentu atau batas-batas ruang tertentu, dan bebas dari segala sifat yang lazim melekat pada suatu ciptaan Allah).

Maka, Nabi saw. bersungkur seraya bersujud. Saat itu, (Allah) Tuhan Pemelihara beliau, berbicara kepada beliau.

Allah berfirman, “Wahai Muhammad!” Beliau menjawab, “Kupenuhi panggilan-Mu, wahai (Allah) Tuhan Pemelihara(ku).” Allah berfirman, “Bermohonlah!”

Nabi saw. menjawab, “Sungguh, Engkau telah memilih Ibrāhīm sebagai Kesayangan dan menganugerahinya kekuasaan yang agung (yaitu kemampuan menundukkan Namrūd dan kemaharajaannya); Engkau, benar-benar, telah berbicara kepada Mūsā; Engkau telah menganugerahi Dāud kerajaan yang agung, melunakkan besi untuknya, dan menjadikan gunung-gunung tunduk kepadanya; Engkau telah menganugerahi Sulaimān kerajaan yang agung, menjadikan jin, manusia, dan syetan, tunduk kepadanya, menjadikan angin tunduk kepadanya, dan menganugerahinya kerajaan yang tidak ada seorangpun lagi memiliki setelahnya; dan Engkau ajarkan ‘Īsā Taurāt (yang diturunkan kepada Mūsā agar ia –‘Īsā– dapat mempelajari dan melaksanakan isinya) dan Injīl, menganugerahinya kemampuan menyembuhkan kebutaan dan kusta, menghidupkan yang mati dengan izin-Mu, dan melindungi dirinya dan ibunya dari syetan yang terkutuk sehingga syetan tidak memiliki jalan untuk (memalingkan) keduanya.”

Maka, Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi berfirman, “Aku telah memilihmu sebagai kekasih (dalam Taurāt tertulis sebagai “kekasih Allah,” demikian di dalam satu riwayat); Aku telah mengutusmu kepada seluruh manusia sebagai pembawa berita gembira dan penyampai peringatan; Aku telah melapangkan untukmu dadamu, menanggalkan darimu bebanmu, dan meninggikan bagimu sebutan (nama)mu sehingga tidak ada penyebutan (nama-Ku) kecuali dengan namamu disebut bersama (Nama)-Ku, Aku telah menjadikan umatmu sebagai umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia; Aku telah menjadikan umatmu sebagai umat pertengahan; Aku telah menjadikan umatmu sebagai umat yang lebih dahulu (diciptakan) dan yang terakhir (dikeluarkan); Aku telah menjadikan umatmu (sebagai umat yang) terlarang bagi mereka untuk berkhutbah hingga mereka bersaksi bahwa engkau adalah hamba-Ku dan engkau adalah utusan-Ku; Aku telah menjadikan beberapa kelompok orang dari umatmu (yang) hati mereka (penuh terisi) injīl-injīl mereka (yaitu kitab yang berisi ilmu dan hikmah); Aku telah menjadikanmu sebagai nabi yang paling dahulu diciptakan, paling terakhir diutus, namun paling dahulu diputuskan (urusan)nya; Aku telah menganugerahimu sab’an min al-matsānī (surat al-Fātihah) yang tidak kuanugerahkan kepada nabi lain sebelummu; Aku telah menganugerahimu penutup-penutup surat al-Baqarah (yang penganugerahannya kepadamu telah Aku tentukan dan pewahyuannya kepadamu telah Aku tetapkan, yaitu setelah engkau berhijrah ke al-Madīnah kelak), suatu perbendaharaan (harta) yang ada di ‘Arsy, yang tidak kuanugerahkan kepada nabi lain sebelummu; Aku telah menganugerahimu al-Kautsar (nikmat yang sangat banyak); Aku telah menganugerahimu delapan keistimewaan, yaitu: (1) Islam, (2) hijrah, (3) jihad, (4) sedekah, (5) puasa di bulan Ramadhan, (6) memerintahkan yang ma’ruf, (7) mencegah yang munkar, dan (8) bahwa Aku, di hari Aku menciptakan langit dan bumi, mewajibkan atasmu dan atas umatmu shalat lima puluh waktu. Maka dirikanlah shalat itu olehmu dan oleh umatmu.”

Menurut satu riwayat lain, Rasulullah saw. dianugerahi (kewajiban) shalat lima waktu, penutup-penutup surat al-Baqarah), dan diampuninya (dosa orang-orang) dari dari umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dan perkara-perkara (dosa) yang merusak.

Kemudian, kabut pun menghilang. Jibrīl meraih tangan Nabi saw., kemudian berlalu (dari al-Mustawā) dengan bergegas.

(Bersambung ke Bagian 23)


QISHSHAH AL-MI’RĀJ

Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.

RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR

* Sumber Tulisan: http://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/05/20/dardir-22/


 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *