Uncategorized
Perpanjangan Masa Pemulangan Santri
Perpanjangan masa pemulangan santri / pembelajaran di rumah, demi mencegah persebaran COVID-19.
Cegah COVID-19 dengan Disinfektan
Penyemprotan seluruh area pesantren secara intensif dengan cairan disinfektan, demi mencegah persebaran Corona Virus Disease (COVID-19).
Isrā’ dan Mi’rāj 25
SIKAP ABU JAHAL DAN PENDUDUK MEKKAH
Menjelang subuh, Nabi saw. menemui sahabat-sahabat beliau di Makkah. Setelah subuh menjelang, beliau diam dan sadar bahwa orang-orang akan mendustakannnya. Maka, duduklah beliau dengan sedih.
Kemudian, melintaslah Abu Jahal, sang musuh Allah, di hadapan beliau. Ia menghampiri, duduk ke dekat beliau, lalu bertanya, “Adakah sesuatu (yang menjadi beban pikiranmu)?” Beliau menjawab, “Ya.” Ia bertanya, “Apakah itu?” Beliau menjawab, “Aku telah diperjalankan (Allah) tadi malam.” Ia bertanya, “Ke mana?” Beliau menjawab, “Ke Bait al-Maqdis.” Ia berkata, “Kemudian, engkau telah kembali bersama kami pagi ini?” Beliau menjawab, “Ya.”
Abu Jahal tak memperlihatkan diri mendustakan Nabi saw. Ia khawatir bahwa beliau akan menolak untuk bercerita jika ia mengumpulkan orang-orang.
Abu Jahal berkata, “Bagaimana menurutmu jika aku kumpulkan orang-orang dari kaummu? Apakah engkau mau menceritakan kepada mereka apa yang kau ceritakan kepadaku?” Beliau menjawab: “Ya.” Lalu, Abu Jahal pun menyeru, “Hai seluruh Banī Ka’ab Ibn Lu’ay, kemarilah!”
Kerumunan orang terbentuk cepat. Mereka berdatangan, lalu berkumpul di dekat keduanya. Abu Jahal berkata (kepada Nabi saw.), “Ceritakanlah kepada kaummu itu apa yang engkau ceritakan kepadaku!”
Rasulullah saw. berkata, “Sungguh, Allah telah memperjalankanku tadi malam.” Mereka bertanya, “Ke mana?” Beliau menjawab, “Ke Bait al-Maqdis.” Mereka bertanya, “Kemudian, engkau telah kembali bersama kami pagi ini?” Beliau menjawab, “Ya!”
Sebagian orang menepuk tangan, sebagian lagi mengusap-usap kepala karena ta’jub. Mereka riuh dan heran.
Al-Muth’im Ibn ‘Ādī berkata (kepada Nabi saw.), “Sebelum hari ini, segala urusan tentangmu adalah remeh, kecuali ucapanmu hari ini. Aku bersaksi bahwa engkau adalah pembohong! Kami cambuki dada-dada unta untuk pergi ke Bait al- Maqdis, sebulan (perjalanan) ke sana dan sebulan (perjalanan) pulang kembali. Engkau mengira bahwa engkau telah pergi ke sana dalam satu malam? Demi Lātta dan ‘Uzzā, aku tidak memercayaimu!”
Abu Bakar berkata, “Hai Muth’im! Buruk sekali ucapanmu kepada anak saudaramu ini! Kau cemooh dan kau dustakan dia! Aku bersaksi bahwa dia (Muhammad) adalah orang yang benar!”
Orang-orang itu berkata, “Hai Muhammad, terangkanlah kepada kami sifat Bait al-Maqdis itu (jika engkau, memang, pergi ke sana)! Bagaimana bangunannya? Bagaimana keadaannya? Seberapa dekat ia dari gunung (Thūr) itu? Dari kaum(mu) ini, ada orang yang pernah berkunjung ke sana!”
Maka, Nabi saw. menguraikan kepada mereka bahwa bangunannya begini, keadaannya begini, dan kedekatannya dari Gunung (Thūr) sejarak begini.
Nabi saw. terus menguraikan sifat (Baitul Maqdis itu) kepada mereka sehingga sifat (masjid itu mulai) mengabur. Muncullah pada diri beliau kesulitan yang tidak pernah ada sebelumnya. Maka, dihadirkanlah masjid itu (oleh Allah) ke hadapan beliau sehingga beliau dapat melihat mesjid itu (seolah-olah berada) sangat dekat dengan kediaman ‘Aqīl atau ‘Īqāl.
Orang-orang itu bertanya, “Berapakah jumlah pintu masjid (Baitul Maqdis) itu?” Nabi saw. tidak mengetahui berapa jumlahnya, namun beliau dapat melihat (deretan pintu-pintu)nya. Beliau menghitung satu demi satu (pintu-pintu itu), lalu menyampaikan (berapa jumlahnya) kepada mereka. Abu Bakar pun berkata, “Engkau benar, engkau benar! Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah!” Lalu, orang-orang itu berkata, “Sifat (mesjid yang engkau uraikan) itu, demi Allah, adalah benar.”
Kemudian, kepada Abu Bakar, orang-orang itu berkata, “Apakah engkau percaya bahwa dia (Muhammad) pergi malam tadi ke Bait al-Maqdis dan tiba kembali sebelum pagi?” Abu Bakar menjawab, “Ya! Sungguh, aku betul-betul memercayainya, bahkan jika dia (pergi) lebih jauh (dari itu)! Aku memercayainya atas berita langit (yang diterima dan disampaikannya) di pagi hari maupun di sore hari!” Maka, Abu Bakar pun diberi nama as-Shiddīq (yang sangat dipercaya).
Orang-orang itu, kemudian, bertanya, “Hai Muhammad, kabari kami tentang kafilah (dagang) kami?” Nabi saw. menjawab, “Aku menjumpai kafilah Bani Fulān di Ar-Rauhā’ (sebuah daerah berjarak sekitar empat puluh mil dari Madinah). Mereka kehilangan unta, lalu pergi mencarinya. Kudatangi perkemahan mereka. Namun, tak ada seorangpun di dalamnya. Ada sewadah air (di tenda mereka). Akupun minum dari wadah itu.”
“Kusambangi pula kafilah Bani Fulan di tempat ini dan ini. Ada unta merah (di kafilah itu). Di atas punggungnya, ada karung (muatan) hitam dan karung (muatan) putih. Saat (kehadiranku) mengejutkan mereka, unta itu lari terbirit dan memekik. Kafilah itu bercerai berai.”
“Kusambangi pula kafilah Bani Fulān di At-Tan’īm (sebuah daerah yang sudah dekat dengan Makkah) yang dipimpin oleh seekor unta abu-abu. Di atas punggungnya, ada permadani hitam dan dua karung (muatan) berwarna hitam pula. Inilah Kafilah yang akan tiba menemui kalian dari arah Tsaniyyah.” Mereka bertanya (kembali), “Kapan (kafilah lainnya) tiba?” Beliau menjawab, “Hari Rabu.”
Saat hari itu tiba, orang-orang Quraisy naik ke tempat-tempat tinggi, menanti (kedatangan) kafilah tersebut. Siang menjelang, namun kafilah itu tak kunjung tiba. Nabi saw. berdoa.
Ketika siang terus bertambah dan matahari terus meninggi, muncullah kafilah tersebut.
Orang-orang mengamati unta (di kafilah) itu, lalu bertanya, “Apakah kalian kehilangan unta (betina) kalian?” Mereka menjawab, “Ya!” Orang-orang bertanya kepada kafilah lainnya, “Apakah kalian bercerai-berai oleh unta merah kalian?” Mereka menjawab, “Ya!” Orang-orang bertanya, “Apakah kalian memiliki sewadah air?” Seorang pria (dari rombongan itu menjawab), “Aku, demi Allah, sudah menaruhnya. Tidak ada seorangpun dari kami meminumnya, tidak pula ia ditumpahkan ke tanah!”
(Bersambung ke Bagian 26)
QISHSHAH AL-MI’RĀJ
Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.
RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR
* Sumber Tulisan: http://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/05/20/dardir-25/
Himbauan Direktur Kampus 2 Nagrak
Himbauan Selama Masa Pencegahan dan Penularan COVID 19
Isrā’ dan Mi’rāj 22
MELIHAT ALLAH DAN PERINTAH SHALAT
Nabi saw. pun, kemudian, melihat (Allah) Tuhan Pemelihara beliau, Yang Maha Suci dan Maha Tinggi (dengan hati dan kedua mata beliau sendiri dan dengan suatu cara melihat yang tidak dilakukan dari suatu sudut tertentu atau batas-batas ruang tertentu, dan bebas dari segala sifat yang lazim melekat pada suatu ciptaan Allah).
Maka, Nabi saw. bersungkur seraya bersujud. Saat itu, (Allah) Tuhan Pemelihara beliau, berbicara kepada beliau.
Allah berfirman, “Wahai Muhammad!” Beliau menjawab, “Kupenuhi panggilan-Mu, wahai (Allah) Tuhan Pemelihara(ku).” Allah berfirman, “Bermohonlah!”
Nabi saw. menjawab, “Sungguh, Engkau telah memilih Ibrāhīm sebagai Kesayangan dan menganugerahinya kekuasaan yang agung (yaitu kemampuan menundukkan Namrūd dan kemaharajaannya); Engkau, benar-benar, telah berbicara kepada Mūsā; Engkau telah menganugerahi Dāud kerajaan yang agung, melunakkan besi untuknya, dan menjadikan gunung-gunung tunduk kepadanya; Engkau telah menganugerahi Sulaimān kerajaan yang agung, menjadikan jin, manusia, dan syetan, tunduk kepadanya, menjadikan angin tunduk kepadanya, dan menganugerahinya kerajaan yang tidak ada seorangpun lagi memiliki setelahnya; dan Engkau ajarkan ‘Īsā Taurāt (yang diturunkan kepada Mūsā agar ia –‘Īsā– dapat mempelajari dan melaksanakan isinya) dan Injīl, menganugerahinya kemampuan menyembuhkan kebutaan dan kusta, menghidupkan yang mati dengan izin-Mu, dan melindungi dirinya dan ibunya dari syetan yang terkutuk sehingga syetan tidak memiliki jalan untuk (memalingkan) keduanya.”
Maka, Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi berfirman, “Aku telah memilihmu sebagai kekasih (dalam Taurāt tertulis sebagai “kekasih Allah,” demikian di dalam satu riwayat); Aku telah mengutusmu kepada seluruh manusia sebagai pembawa berita gembira dan penyampai peringatan; Aku telah melapangkan untukmu dadamu, menanggalkan darimu bebanmu, dan meninggikan bagimu sebutan (nama)mu sehingga tidak ada penyebutan (nama-Ku) kecuali dengan namamu disebut bersama (Nama)-Ku, Aku telah menjadikan umatmu sebagai umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia; Aku telah menjadikan umatmu sebagai umat pertengahan; Aku telah menjadikan umatmu sebagai umat yang lebih dahulu (diciptakan) dan yang terakhir (dikeluarkan); Aku telah menjadikan umatmu (sebagai umat yang) terlarang bagi mereka untuk berkhutbah hingga mereka bersaksi bahwa engkau adalah hamba-Ku dan engkau adalah utusan-Ku; Aku telah menjadikan beberapa kelompok orang dari umatmu (yang) hati mereka (penuh terisi) injīl-injīl mereka (yaitu kitab yang berisi ilmu dan hikmah); Aku telah menjadikanmu sebagai nabi yang paling dahulu diciptakan, paling terakhir diutus, namun paling dahulu diputuskan (urusan)nya; Aku telah menganugerahimu sab’an min al-matsānī (surat al-Fātihah) yang tidak kuanugerahkan kepada nabi lain sebelummu; Aku telah menganugerahimu penutup-penutup surat al-Baqarah (yang penganugerahannya kepadamu telah Aku tentukan dan pewahyuannya kepadamu telah Aku tetapkan, yaitu setelah engkau berhijrah ke al-Madīnah kelak), suatu perbendaharaan (harta) yang ada di ‘Arsy, yang tidak kuanugerahkan kepada nabi lain sebelummu; Aku telah menganugerahimu al-Kautsar (nikmat yang sangat banyak); Aku telah menganugerahimu delapan keistimewaan, yaitu: (1) Islam, (2) hijrah, (3) jihad, (4) sedekah, (5) puasa di bulan Ramadhan, (6) memerintahkan yang ma’ruf, (7) mencegah yang munkar, dan (8) bahwa Aku, di hari Aku menciptakan langit dan bumi, mewajibkan atasmu dan atas umatmu shalat lima puluh waktu. Maka dirikanlah shalat itu olehmu dan oleh umatmu.”
Menurut satu riwayat lain, Rasulullah saw. dianugerahi (kewajiban) shalat lima waktu, penutup-penutup surat al-Baqarah), dan diampuninya (dosa orang-orang) dari dari umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dan perkara-perkara (dosa) yang merusak.
Kemudian, kabut pun menghilang. Jibrīl meraih tangan Nabi saw., kemudian berlalu (dari al-Mustawā) dengan bergegas.
(Bersambung ke Bagian 23)
QISHSHAH AL-MI’RĀJ
Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.
RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR
* Sumber Tulisan: http://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/05/20/dardir-22/
Isrā’ dan Mi’rāj 21
AL-MUSTAWĀ
Nabi saw., kemudian, dinaikkan kembali ke Sidrah al-Muntahā. Kabut berwarna warni menyelubungi beliau. Jibrīl mengundurkan diri.
Nabi saw., kemudian, dinaikkan ke al-Mustawā, tempat di mana beliau mendengar (suara) Sharīf al-Aqlām (goresan pena-pena yang mencatat berbagai qadha Allah dan wahyu-Nya yang sudah ditetapkan di al-Lauh al-Mahfūzh, dan mencatat atau menghapus amar dan pengaturan Allah sesuai dengan kehendak-Nya).
Nabi saw. melihat pria tak dikenal di dalam cahaya ‘Arsy. Beliau bertanya, “Siapakah ini? Malaikatkah?” Dijawablah, “Bukan!” Beliau bertanya, “Nabikah?” Dijawablah, “Bukan!” Beliau bertanya, “Jika demikian, siapakah dia?” Dijawablah, “Inilah pria yang lidahnya, selama di dunia, sibuk menyebut nama Allah, hatinya tertaut di masjid, dan tak pernah sekalipun memaki kedua orang tuanya.”
(Bersambung ke Bagian 22)
QISHSHAH AL-MI’RĀJ
Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.
RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR
* Sumber Tulisan: http://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/05/20/dardir-21/
Pesantren Daarul Uluum Tanggap COVID-19
As salāmu’alaikum wa rahmatullāhi wa barakātuh.
Bismillāhir rahmānir rahīm.
Setelah menimbang berbagai pilihan langkah yang sepatutnya diambil oleh Yayasan Pesantren Daarul Uluum Bogor untuk merespon perkembangan terkini antsisipasi dan pencegahan persebaran COVID-19, serta menimbang surat edaran maupun maklumat dari unsur pemerintahan, maka, kami instruksikan kepada Direktur/Pimpinan/Mudīr Pesantren Daarul Uluum Kampus 1, Kampus 2, maupun Kampus 3, agar:
- Menghentikan seluruh kegiatan pendidikan di lingkungan pesantren dan memulangkan seluruh santri minimal selama 15 (lima belas) hari, segera setelah instruksi ini diterima;
- Mengatur dan menetapkan segala hal teknis terkait dengan pelaksanaan instruksi ini, termasuk tanggal dimulainya penghentikan kegiatan dan pemulangan santri beserta seluruh prosedurnya;
- Menyusun dan menerapkan protokol antisipasi dan pencegahan persebaran COVID-19 bagi semua warga/penghuni pesantren yang masih harus bertugas atau tinggal di lingkungan pesantren selama rentang waktu minimal 15 (lima belas) hari tersebut; dan
- Demikian instruksi ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Allāh swt., semoga, membebaskan kita semua dari ujian ini.
Wallāhul muwāffiq ilā sabīlil haq. Allāhumma, innā na’ūdzu bika minal barashi, wal junūni, wal judzāmi, wa min sayyi’il asqāmī. Wa shallāllāhu ‘alā sayyidinā muhammadin wa ‘alā ālihī wa shahbihī aj’maīn. Wal hamdulillāhi rabbil ‘ālamīn.
Was salāmu’alaikum wa rahmatullāhi wa barakātuh.
Tertanda,
Ketua Pengurus
Yayasan Pesantren Daarul Uluum Bogor
IQBAL HARAHAP, S.Ag
2nd, DAGRASI Season 3
Dalam rangka DAGRASI Season 3 tahun 2020, pengurus Himpunan santri Daarul Uluum (HISADA) menggelar kegiatan “Perlombaan Marawis, Hadroh, Pidato 3 Bahasa dan Kaligrafi.” Yang diikuti oleh para peserta yan berasal dari pesantren, majlis dan sekolah dari JABODETABEK.