LANGIT KETIGA
Nabi saw., kemudian, naik ke langit ketiga (yang terbuat dari besi murni). Jibrīl meminta gerbang ke langit dibuka. Ditanyakanlah, “Siapa ini?” Jibrīl menjawab, “Jibrīl.” Ditanyakanlah, “Siapa (yang turut serta) bersamamu itu?” Jibríl menjawab, “Muhammad.” (Kalimat takjub pun) terucap, “Jadi, dia (Jibrīl) telah diutus kepadanya (untuk menjemput)?” Jibrīl menjawab, “Ya!”
Lalu, terucaplah (kalimat sambutan), “Selamat datang untuknya (Muhammad)! Selamat datang! Semoga Allah menghidupkannya (yaitu memuliakan, mengagungkan, dan memanjangkan hidupnya) sebagai saudara (seiman) dan sebagai wakil Allah (dalam menyampaikan hukum-hukum-Nya). Sebaik-baik saudara, sebaik-baik wakil Allah, dan sebaik-baik pengunjung, telah datang!”
Maka, terbukalah (gerbang langit itu) untuk mereka berdua.
Ketika Nabi saw. dan Jibrīl tiba, tampaklah Yūsuf as. bersama sekelompok orang dari kaumnya.
Nabi saw. mengucapkan salam kepada Yūsuf as. Ia membalas salam itu, lalu berkata, “Selamat datang saudara yang saleh dan nabi yang saleh.” Ia, kemudian, mendo’akan kebaikan untuk beliau.
Yūsuf as. adalah manusia yang telah dianugerahi separuh keindahan (tubuh dan paras Nabi Muhammad saw. Dikatakan demikian karena Nabi Muhammad saw. berada dalam penjagaan penuh Allah swt sejak beliau kanak-kanak sampai dewasa. Dengan penjagaan penuh itu, tidak ada seorangpun yang dapat secara utuh menatap sempurnanya keindahan beliau. Karena itu, beliaupun terhindar dari fitnah. Berbeda halnya dengan Yūsuf as. yang pada sebagian usianya hidup sebagaimana lazimnya orang lain. Fitnah karena sebab keindahan tubuh dan parasnya pernah terjadi).
Menurut sebuah riwayat, Yūsuf as. adalah (manusia) terindah yang Allah ciptakan. (Keindahannya) betul-betul mengungguli (seluruh) manusia sebagaimana (unggulnya keindahan) rembulan di malam purnama atas seluruh bintang (di sekitarnya).
Nabi saw. bertanya, “Siapakah ini, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab, “Dialah Yūsuf, saudaramu.”
(Bersambung ke Bagian 13)
QISHSHAH AL-MI’RĀJ
Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.
RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR
* Sumber Tulisan: http://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/03/30/dardir-12/