Isrā’ dan Mi’rāj 23

PENGURANGAN BILANGAN SHALAT

Nabi saw. bertemu kembali dengan Ibrāhīm as.. Ia tak berkomentar apapun.

Nabi saw., kemudian, bertemu kembali dengan Mūsā as. Beliau menyapa, “Ah, engkau, sebaik-baik sahabat.” Mūsā as. menjawab, “Apa yang engkau dapat, Wahai Muhammad? Apa yang telah diwajibkan Tuhan Pemeliharamu kepadamu dan kepada umatmu?” Nabi saw. menjawab, “Allah mewajibkan atasku dan atas umatku shalat lima puluh kali dalam sehari semalam.”

Mūsā as. berkata, “Kembalilah kepada Tuhan Pemeliharamu. Mohonlah dari-Nya keringanan untukmu dan untuk umatmu. Sungguh! Umatmu takkan mampu melaksanakannya. Sungguh! Aku pernah menyampaikan kepada manusia sebelum kamu juga menyampaikan kepada Bani Isrāīl dan mewajibkan mereka melaksanakan suatu yang lebih ringan dari ini (yaitu shalat lima puluh kali sehari semalam), namun mereka lemah dan meninggalkannya. Apalagi umatmu bertubuh, berbadan, berhati, berpenglihatan, dan berpendengaran lebih lemah (dari mereka).”

Nabi saw. menoleh kepada Jibrīl, meminta petunjuknya. Jibrīl memberi isyarat kepada beliau, “Silahkan! Jika engkau menginginkannya, maka kembalilah (kepada Tuhan Pemeliharamu).”

Maka, Nabi saw. segera kembali (menghadap Allah Tuhan Pemeliharanya) hingga tiba di pohon (Sidrah al-Muntahā). Kabut menyelubungi beliau. Beliau bersungkur sujud, lalu memohon, “(Wahai Allah) Tuhan Pemeliharaku, ringankanlah (kewajiban shalat itu) untuk umatku. Mereka, sungguh, adalah selemah-lemahnya umat.” Allah berfirman, “Aku kurangi dari (shalat yang diwajibkan atas) mereka itu lima (kali).”

Kabut, kemudian, lenyap. Nabi saw. kembali ke (tempat di mana) Mūsā as. (berada), lalu berkata, “Allah telah mengurangkan (kewajiban shalat) atasku lima (kali).” Mūsā as. berkata, “Kembalilah (lagi) kepada Tuhan Pemeliharamu. Mohonlah dari-Nya keringanan. Sungguh, umatmu tidak akan mampu melaksanakannya.”

(Demikianlah), setiap kali Nabi saw. hilir mudik antara Mūsā as. dan (Allah) Tuhan Pemeliharanya, (kewajiban shalat) atas beliau berkurang lima (kali) demi lima (kali).

Allah pun berfirman, “Wahai Muhammad!” Beliau menjawab, “Kusambut dan kupenuhi panggilan-Mu, (Wahai Allah).”

Allah berfirman, “Inilah (kewajiban) shalat lima kali sehari semalam. Setiap shalat berganjar sepuluh kali (lipat). Maka, itu (bernilai sama dengan) lima puluh kali sehingga tidak berubahlah perkataan-Ku (bahwa shalat diwajibkan atasmu dan umatmu sebanyak lima puluh kali sehari semalam), tidak pula terhapus ketentuan-Ku (bahwa shalat diwajibkan atasmu dan umatmu sebanyak lima puluh kali sehari semalam). Maka, barangsiapa berniat (melakukan) suatu kebajikan (dengan mendirikan shalat), lalu ia tidak melaksanakannya, maka dicatatlah atasnya (pahala satu) kebajikan. Namun, jika ia melaksanakannya, maka dicatatlah atasnya (pahala) sepuluh (kebaikan). Dan, barangsiapa berniat (melakukan) keburukan (dengan meninggalkan shalat), lalu ia tidak melaksanakannya, maka ia tidak dicatat (melakukan keburukan) sedikitpun. Namun, jika ia melaksanakannya, maka ia dicatat melakukan satu keburukan.”

Kabut, kemudian, lenyap. Nabi saw. turun hingga tiba (kembali) di (tempat di mana) Mūsā as. (berada).

Mūsā as. berkata, “Kembalilah kepada Tuhan Pemeliharamu. Mohonlah dari-Nya keringanan. Sungguh, umatmu tidak akan mampu melaksanakannya.” Beliau menjawab, “Aku telah kembali kepada Tuhan Pemeliharaku (berkali-kali) hingga aku malu dari-Nya. Tetapi, (kali ini) aku ridha dan aku pasrah.”

Lalu, seseorang berseru, “Telah kutetapkan kewajiban (dari)-Ku dan telah kuringankan hamba-Ku (atas kewajiban itu).”

Maka, Mūsā as. berkata, “Turunlah (sekarang) engkau (kembali ke dunia) dengan Nama Allah.”

(Bersambung ke Bagian 24)


QISHSHAH AL-MI’RĀJ

Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.

RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR

* Sumber Tulisan: http://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/05/20/dardir-23/


 

Isrā’ dan Mi’rāj 22

MELIHAT ALLAH DAN PERINTAH SHALAT

Nabi saw. pun, kemudian, melihat (Allah) Tuhan Pemelihara beliau, Yang Maha Suci dan Maha Tinggi (dengan hati dan kedua mata beliau sendiri dan dengan suatu cara melihat yang tidak dilakukan dari suatu sudut tertentu atau batas-batas ruang tertentu, dan bebas dari segala sifat yang lazim melekat pada suatu ciptaan Allah).

Maka, Nabi saw. bersungkur seraya bersujud. Saat itu, (Allah) Tuhan Pemelihara beliau, berbicara kepada beliau.

Allah berfirman, “Wahai Muhammad!” Beliau menjawab, “Kupenuhi panggilan-Mu, wahai (Allah) Tuhan Pemelihara(ku).” Allah berfirman, “Bermohonlah!”

Nabi saw. menjawab, “Sungguh, Engkau telah memilih Ibrāhīm sebagai Kesayangan dan menganugerahinya kekuasaan yang agung (yaitu kemampuan menundukkan Namrūd dan kemaharajaannya); Engkau, benar-benar, telah berbicara kepada Mūsā; Engkau telah menganugerahi Dāud kerajaan yang agung, melunakkan besi untuknya, dan menjadikan gunung-gunung tunduk kepadanya; Engkau telah menganugerahi Sulaimān kerajaan yang agung, menjadikan jin, manusia, dan syetan, tunduk kepadanya, menjadikan angin tunduk kepadanya, dan menganugerahinya kerajaan yang tidak ada seorangpun lagi memiliki setelahnya; dan Engkau ajarkan ‘Īsā Taurāt (yang diturunkan kepada Mūsā agar ia –‘Īsā– dapat mempelajari dan melaksanakan isinya) dan Injīl, menganugerahinya kemampuan menyembuhkan kebutaan dan kusta, menghidupkan yang mati dengan izin-Mu, dan melindungi dirinya dan ibunya dari syetan yang terkutuk sehingga syetan tidak memiliki jalan untuk (memalingkan) keduanya.”

Maka, Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi berfirman, “Aku telah memilihmu sebagai kekasih (dalam Taurāt tertulis sebagai “kekasih Allah,” demikian di dalam satu riwayat); Aku telah mengutusmu kepada seluruh manusia sebagai pembawa berita gembira dan penyampai peringatan; Aku telah melapangkan untukmu dadamu, menanggalkan darimu bebanmu, dan meninggikan bagimu sebutan (nama)mu sehingga tidak ada penyebutan (nama-Ku) kecuali dengan namamu disebut bersama (Nama)-Ku, Aku telah menjadikan umatmu sebagai umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia; Aku telah menjadikan umatmu sebagai umat pertengahan; Aku telah menjadikan umatmu sebagai umat yang lebih dahulu (diciptakan) dan yang terakhir (dikeluarkan); Aku telah menjadikan umatmu (sebagai umat yang) terlarang bagi mereka untuk berkhutbah hingga mereka bersaksi bahwa engkau adalah hamba-Ku dan engkau adalah utusan-Ku; Aku telah menjadikan beberapa kelompok orang dari umatmu (yang) hati mereka (penuh terisi) injīl-injīl mereka (yaitu kitab yang berisi ilmu dan hikmah); Aku telah menjadikanmu sebagai nabi yang paling dahulu diciptakan, paling terakhir diutus, namun paling dahulu diputuskan (urusan)nya; Aku telah menganugerahimu sab’an min al-matsānī (surat al-Fātihah) yang tidak kuanugerahkan kepada nabi lain sebelummu; Aku telah menganugerahimu penutup-penutup surat al-Baqarah (yang penganugerahannya kepadamu telah Aku tentukan dan pewahyuannya kepadamu telah Aku tetapkan, yaitu setelah engkau berhijrah ke al-Madīnah kelak), suatu perbendaharaan (harta) yang ada di ‘Arsy, yang tidak kuanugerahkan kepada nabi lain sebelummu; Aku telah menganugerahimu al-Kautsar (nikmat yang sangat banyak); Aku telah menganugerahimu delapan keistimewaan, yaitu: (1) Islam, (2) hijrah, (3) jihad, (4) sedekah, (5) puasa di bulan Ramadhan, (6) memerintahkan yang ma’ruf, (7) mencegah yang munkar, dan (8) bahwa Aku, di hari Aku menciptakan langit dan bumi, mewajibkan atasmu dan atas umatmu shalat lima puluh waktu. Maka dirikanlah shalat itu olehmu dan oleh umatmu.”

Menurut satu riwayat lain, Rasulullah saw. dianugerahi (kewajiban) shalat lima waktu, penutup-penutup surat al-Baqarah), dan diampuninya (dosa orang-orang) dari dari umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dan perkara-perkara (dosa) yang merusak.

Kemudian, kabut pun menghilang. Jibrīl meraih tangan Nabi saw., kemudian berlalu (dari al-Mustawā) dengan bergegas.

(Bersambung ke Bagian 23)


QISHSHAH AL-MI’RĀJ

Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.

RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR

* Sumber Tulisan: http://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/05/20/dardir-22/


 

Muhadatsah Minggu ini


Mudadtsah, kegiatan berlatih percakapan berbahasa Arab dan Inggris, yang biasa diadakan rutin setiap Senin sore selepas salat Ashar, dan Jum’at pagi selebas salat Subuh.


 

 

Isrā’ dan Mi’rāj 21

AL-MUSTAWĀ

Nabi saw., kemudian, dinaikkan kembali ke Sidrah al-Muntahā. Kabut berwarna warni menyelubungi beliau. Jibrīl mengundurkan diri.

Nabi saw., kemudian, dinaikkan ke al-Mustawā, tempat di mana beliau mendengar (suara) Sharīf al-Aqlām (goresan pena-pena yang mencatat berbagai qadha Allah dan wahyu-Nya yang sudah ditetapkan di al-Lauh al-Mahfūzh, dan mencatat atau menghapus amar dan pengaturan Allah sesuai dengan kehendak-Nya).

Nabi saw. melihat pria tak dikenal di dalam cahaya ‘Arsy. Beliau bertanya, “Siapakah ini? Malaikatkah?” Dijawablah, “Bukan!” Beliau bertanya, “Nabikah?” Dijawablah, “Bukan!” Beliau bertanya, “Jika demikian, siapakah dia?” Dijawablah, “Inilah pria yang lidahnya, selama di dunia, sibuk menyebut nama Allah, hatinya tertaut di masjid, dan tak pernah sekalipun memaki kedua orang tuanya.”

(Bersambung ke Bagian 22)


QISHSHAH AL-MI’RĀJ

Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.

RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR

* Sumber Tulisan: http://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/05/20/dardir-21/


 

Isrā’ dan Mi’rāj 20

NERAKA

Kemudian, diperlihatkanlah kepada Nabi saw. Neraka. Di dalamnya, (terhampar) murka Allah, celaan, dan pembalasan-Nya. Jika sebuah batu dan besi dilempar ke sana, niscaya neraka melumatnya.

Di dalam Neraka, Nabi saw. melihat sekelompok orang yang sedang memakan bangkai. Beliau bertanya, “Siapakah mereka semua, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang suka memakan daging-daging sesamanya.”

Nabi saw., kemudian, melihat Mālik, malaikat penjaga neraka. Ia adalah sosok pemuram (dan tak pernah tersenyum). Di wajahnya, terpancar kemurkaan.

Beliau mengawali ucapan salam kepada Mālik. Lalu, (gerbang) neraka pun ditutup.

(Bersambung ke Bagian 21)


QISHSHAH AL-MI’RĀJ

Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.

RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR

* Sumber Tulisan: http://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/05/20/datdir-20/


 

Pesantren Daarul Uluum Tanggap COVID-19


As salāmu’alaikum wa rahmatullāhi wa barakātuh.

Bismillāhir rahmānir rahīm.

Setelah menimbang berbagai pilihan langkah yang sepatutnya diambil oleh Yayasan Pesantren Daarul Uluum Bogor untuk merespon perkembangan terkini antsisipasi dan pencegahan persebaran COVID-19, serta menimbang surat edaran maupun maklumat dari unsur pemerintahan, maka, kami instruksikan kepada Direktur/Pimpinan/Mudīr Pesantren Daarul Uluum Kampus 1, Kampus 2, maupun Kampus 3, agar:

  1. Menghentikan seluruh kegiatan pendidikan di lingkungan pesantren dan memulangkan seluruh santri minimal selama 15 (lima belas) hari, segera setelah instruksi ini diterima;
  2. Mengatur dan menetapkan segala hal teknis terkait dengan pelaksanaan instruksi ini, termasuk tanggal dimulainya penghentikan kegiatan dan pemulangan santri beserta seluruh prosedurnya;
  3. Menyusun dan menerapkan protokol antisipasi dan pencegahan persebaran COVID-19 bagi semua warga/penghuni pesantren yang masih harus bertugas atau tinggal di lingkungan pesantren selama rentang waktu minimal 15 (lima belas) hari tersebut; dan
  4. Demikian instruksi ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Allāh swt., semoga, membebaskan kita semua dari ujian ini.

Wallāhul muwāffiq ilā sabīlil haq. Allāhumma, innā na’ūdzu bika minal barashi, wal junūni, wal judzāmi, wa min sayyi’il asqāmī. Wa shallāllāhu ‘alā sayyidinā muhammadin wa ‘alā ālihī wa shahbihī aj’maīn. Wal hamdulillāhi rabbil ‘ālamīn.

Was salāmu’alaikum wa rahmatullāhi wa barakātuh.

 

Tertanda,

Ketua Pengurus

Yayasan Pesantren Daarul Uluum Bogor

IQBAL HARAHAP, S.Ag


 

2nd, DAGRASI Season 3


Dalam rangka DAGRASI Season 3 tahun 2020, pengurus Himpunan santri Daarul Uluum (HISADA) menggelar kegiatan “Perlombaan Marawis, Hadroh, Pidato 3 Bahasa dan Kaligrafi.” Yang diikuti oleh para peserta yan berasal dari pesantren, majlis dan sekolah dari JABODETABEK.


 

 

Isrā’ dan Mi’rāj 19

SURGA

Nabi saw., kemudian, menuju ke (tepi) Sungai al-Kautsar, (mengikuti aliran airnya), hingga masuk ke dalam surga. Terhamparlah di sana apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah melintas di hati siapapun.

Di gerbang Surga, Nabi saw. melihat tulisan, “Sedekah (akan diganjar) dengan sepuluh kali lipat kebajikan sejenis, sedangkan menghutangkan (akan dibalas) dengan delapan belas kali lipat.”

Nabi saw. bertanya, “Wahai Jibrīl, kenapa menghutangkan lebih utama dari sedekah?” Jibrīl menjawab: “Karena seorang peminta, saat ia meminta, maka memiliki sesuatu pada dirinya, sedangkan orang yang berhutang, tidak akan berhutang kecuali karena kebutuhan.”

Nabi saw., kemudian, berjalan kembali. Tampaklah sungai-sungai susu yang rasanya tidak akan berubah, sungai-sungai khamr yang (terasa) lezat bagi peminum-peminumnya, dan sungai-sungai madu yang murni.

Tampak pula di sana kubah-kubah mutiara yang batu-batu delimanya laksana ember-ember besar (yang menaungi kenikmatan yang dianugerahkan kepada penghuninya dengan limpahan anugerah kenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah melintas di hati siapapun).

Dalam satu riwayat (diterangkan bahwa) di Surga, ada pula (hamparan) batu-batu delima (yang besar dan gerak kilauannya) seperti kulit-kulit unta (yang dijadikan) pelana pembawa muatan. Ada pula burung-burung yang (besarnya) seperti unta-unta Bukhātī (jenis unta yang berasal dari Khurasan).

Abu Bakar (saat Nabi saw., kelak, menceritakan hal itu) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah itu, benar-benar, (bagian dari) kenikmatan (yang tersedia di surga)” Nabi saw. menjawab: “(Ya). Aku, bahkan, memakan (daging burung Surga) yang jauh lebih nikmat. Sungguh, aku sangat berharap agar engkau pun memakannya (kelak).”

Nabi saw., kemudian, menatap (lagi) Sungai al-Kautsar yang di tepi-tepinya terdapat kubah-kubah mutiara besar yang terbuka. Tanahnya menebarkan (semerbak aroma) wangi.

(Bersambung ke Bagian 20)


QISHSHAH AL-MI’RĀJ

Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.

RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR

* Sumber Tulisan: http://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/05/20/dardir-19/