Isrā’ dan Mi’rāj 18

SIDRAH AL-MUNTAHĀ

Nabi saw., kemudian, diangkat ke Sidrah al-Muntahā. Di sanalah berhenti dan tertahannya semua urusan yang naik dari bumi. Di sana pulalah berhenti dan tertahannya semua urusan yang turun dari atas.

(Di tingkat kedelapan ini, beliau naik sampai ke bagian tertinggi di mana terdapat al-Kursī yang terbuat dari mutiara putih).

Sidrah al-Muntahā adalah pohon yang keluarlah dari akarnya sungai-sungai air yang (rasa, warna, dan aromanya) tidak pernah berubah, sungai-sungai susu yang rasa (juga warna dan aroma)nya tidak pernah berubah, sungai-sungai khamr yang (terasa) lezat bagi peminum-peminumnya, dan sungai-sungai madu yang murni.

(Cabang-cabang Sidrah al-Muntahā menjulang di atas langit ketujuh ke bagian perut “langit kedelapan” yang disebut dengan al-Kursī itu).

Seorang penunggang (onta, kuda, atau keledai) akan melintasi bayangan Sidrah al-Muntahā (selama) tujuh puluh tahun tanpa henti (sebagai penggambar atas luasnya area bayangan pohon itu yang kepastiannya hanya Allahlah Yang Maha Mengetahui).

Buah Sidrah al-Muntahā seperti tempayan-tempayan dari Hajar (sebuah desa di dekat Kota Madinah).

Daun Sidrah al-Muntahā seperti telinga-telinga gajah yang satu lembarnya nyaris dapat memayungi seluruh umat ini. Dalam suatu riwayat (diterangkan bahwa) satu lembar daunnya, bahkan, dapat memayungi seluruh makhluk.

Ada seorang malaikat di setiap lembar daun Sidrah al-Muntahā. Ada pula warna-warna yang menyelubung yang tidak diketahui (warna) apakah itu. Jika suatu amar dari Allah menyelubung, maka bergantilah warna-warna yang menyelubung itu, bahkan, menurut satu riwayat, berubahlah warna-warna itu menjadi (batu-batu) yāqūt dan zabarjad. Tidak akan ada seorangpun yang dapat menggambarkannya karena demikian indahnya.

Di pohon itu, ada juga pembaringan (yang terbuat) dari emas.

Di bagian akar Sidrah al-Muntahā, ada empat sungai. Dua sungai (diantaranya) adalah “sungai batin” dan dua sungai (lainnya) adalah “sungai zahir.” Nabi saw. bertanya, “Sungai-sungai apakah ini, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab, “Dua sungai batin adalah dua sungai yang mengalir di surga (yaitu Sungai al-Kautsar dan Sungai as-Salsabīl. Selain dua sungai itu, mengalir pula di surga tiga sungai lainnya, yaitu Sungai ar-Rayyān, Sungai at-Tasnīm, dan Sungai al-Baidakh), sedangkan dua sungai zahir (adalah dua sungai yang mengalir di dunia) yaitu Sungai Nīl dan Sungai Eufrat.”

Dalam satu riwayat, (diterangkan bahwa) Nabi saw. melihat Jibrīl di Sidrah al-Muntahā dengan enam ratus sayapnya. Masing-masing sayap itu menutup setiap penjuru cakrawala. Setiap kepakan (sayap) itu memendarkan kilauan (batu-batu) durr dan yāqūt (dalam bilangan) yang tidak ada seorangpun mengetahuinya kecuali Allah Yang Maha Tinggi.

(Bersambung ke Bagian 19)


QISHSHAH AL-MI’RĀJ

Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.

RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR

* Sumber Tulisan: http://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/04/05/dardir-18/


 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *