AL-MUSTAWĀ
Nabi saw., kemudian, dinaikkan kembali ke Sidrah al-Muntahā. Kabut berwarna warni menyelubungi beliau. Jibrīl mengundurkan diri.
Nabi saw., kemudian, dinaikkan ke al-Mustawā, tempat di mana beliau mendengar (suara) Sharīf al-Aqlām (goresan pena-pena yang mencatat berbagai qadha Allah dan wahyu-Nya yang sudah ditetapkan di al-Lauh al-Mahfūzh, dan mencatat atau menghapus amar dan pengaturan Allah sesuai dengan kehendak-Nya).
Nabi saw. melihat pria tak dikenal di dalam cahaya ‘Arsy. Beliau bertanya, “Siapakah ini? Malaikatkah?” Dijawablah, “Bukan!” Beliau bertanya, “Nabikah?” Dijawablah, “Bukan!” Beliau bertanya, “Jika demikian, siapakah dia?” Dijawablah, “Inilah pria yang lidahnya, selama di dunia, sibuk menyebut nama Allah, hatinya tertaut di masjid, dan tak pernah sekalipun memaki kedua orang tuanya.”
(Bersambung ke Bagian 22)
QISHSHAH AL-MI’RĀJ
Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.
RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR
* Sumber Tulisan: http://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/05/20/dardir-21/