AL-MUSTAWĀ
Nabi saw., kemudian, dinaikkan kembali ke Sidrah al-Muntahā. Kabut berwarna warni menyelubungi beliau. Jibrīl mengundurkan diri.
Nabi saw., kemudian, dinaikkan ke al-Mustawā, tempat di mana beliau mendengar (suara) Sharīf al-Aqlām (goresan pena-pena yang mencatat berbagai qadha Allah dan wahyu-Nya yang sudah ditetapkan di al-Lauh al-Mahfūzh, dan mencatat atau menghapus amar dan pengaturan Allah sesuai dengan kehendak-Nya).
Nabi saw. melihat pria tak dikenal di dalam cahaya ‘Arsy. Beliau bertanya: “Siapakah ini? Malaikatkah?” Dijawablah: “Bukan!” Beliau bertanya: “Nabikah?” Dijawablah: “Bukan!” Beliau bertanya: “Jika demikian, siapakah dia?” Dijawablah: “Inilah pria yang lidahnya, selama di dunia, sibuk menyebut nama Allah, hatinya tertaut di masjid, dan tak pernah sekalipun memaki kedua orang tuanya.”
———-
QISHSHAH AL-MI’RĀJ
Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh Iqbal Harafa.
RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM
BOGOR
———-