Isrā’ dan Mi’rāj 08

BAIT AL-MAQDIS

Nabi saw. (terus) melaju hingga tiba di kompleks Bait al-Maqdis. Beliau memasukinya dari gerbang Yamānī. Beliau, kemudian, turun dari Burāq, lalu mengikat hewan itu di pintu mesjid, di sebuah tiang di mana para nabi (semoga shalawāt dan salām terlimpah atas mereka) biasa mengikatnya.

Dalam satu riwayat (diterangkan) bahwa Jibrīl mendekati sebuah batu, lalu meletakkan jarinya di sana. Ia melubangi batu itu dan mengikatkan Burāq ke sana, lalu masuk ke dalam mesjid dari arah condongnya matahari dan bulan (arah timur).

Kemudian, Nabi saw. dan Jibrīl mendirikan shalat (tahiyyah al-masjid) masing-masing dua rakaat.

Nabi saw. baru bergerak sedikit (selepas menunaikan shalatnya) hingga, kemudian, banyak orang berkumpul. Beliau menyadari bahwa ada nabi-nabi di antara orang yang berdiri, ruku, atau sujud itu.

Lalu, seseorang (yaitu Jibrīl) memekikkan adzān, disusul dengan iqāmah. Mereka pun berdiri, membentuk shaf, seraya menanti orang yang akan mengimami mereka.

Jibrīl meraih tangan Nabi saw. dan mendorong beliau maju (sebagai imam). Lalu, shalatlah beliau dua rakaat bersama mereka.

Menurut riwayat dari Ka’ab, Jibrīl mengundang malaikat-malaikat sehingga turunlah mereka dari langit. Allah menghimpun (pula) rasul-rasul dan nabi-nabi untuk Nabi saw. Lalu, shalatlah beliau bersama malaikat-malaikat dan rasul-rasul itu.

Setelah Nabi saw. menuntaskan (shalatnya), Jibrīl bertanya, “Wahai Muhammad, tahukah engkau siapa yang shalat di belakangmu?” Beliau menjawab, “Tidak.” Jibrīl berkata, “(Mereka adalah) seluruh nabi yang pernah diutus Allah Yang Maha Tinggi.”

Kemudian, setiap nabi dari nabi-nabi itu melantunkan pujian indah untuk Tuhan Pemeliharanya. Nabi saw. berseru: “Setiap orang dari kalian melantunkan puji untuk Tuhan Pemeliharanya, maka demikian (pulalah) aku memuji Tuhan Pemeliharaku.”

Nabi saw., kemudian, berjalan seraya berujar, “Segala puji bagi Allah yang telah mengutusku sebagai rahmat untuk semesta alam dan untuk semua manusia, pembawa berita gembira dan penyampai peringatan, yang telah menurunkan kepadaku al-Qur’ān, yang di dalamnya terdapat penjelasan atas segala sesuatu, yang telah menjadikan umatku sebagai umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, yang telah menjadikan umatku sebagai umat pertengahan, yang menjadikan umatku sebagai umat yang terdahulu dan yang kemudian, yang telah melapangkan untukku dadaku, yang telah menanggalkan dariku beban-beban (yang memberatkan)ku, yang telah meninggikan untukku sebutan (nama)ku, dan yang telah menjadikanku sebagai pembuka (atas segala wujud), pula penutup (bagi seluruh kenabian).”

Ibrāhīm as., (setelah mendengar seru pujian Nabi saw. itu), berkata (kepada semua nabi dan rasul), “Karena (apa yang disebutkan dalam pujiannya) inilah Muhammad melebihi kalian (sehingga ia menjadi imam kalian, kalian menjadi pengikutnya, dan kalian menjadi bagian kecil dari umatnya)!”

Nabi saw., kemudian, merasakan haus yang lebih hebat dari yang pernah dirasakan sebelumnya. Jibrīl membawakan untuk beliau sewadah arak dan sewadah susu. Beliau memilih susu. Maka, Jibrīl berkata, “Engkau telah memilih “al-fitrah” (karena dari susu yang diisap dari sang ibulah daging dan tulang belulang tumbuh). Andai engkau memilih arak, maka sesatlah umatmu. Tidak ada yang akan mengikutimu kecuali segelintir orang dari mereka.”

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa wadah dimaksud berjumlah tiga di mana wadah yang ketiga berisi air, dan bahwa Jibrīl berkata kepada beliau, “Andai engkau memilih air, maka tenggelamlah umatmu (dalam kelezatan dan syahwat duniawi).”

Dalam riwayat lainnya lagi (disebutkan) bahwa salah satu (dari ketiga) wadah itu berisi madu, bukan air.

Lalu, di sebelah kiri sebuah batu besar, Nabi saw. melihat wanita surgawi (bidadari). Beliau mengucapkan salam kepada mereka dan mereka membalasnya. Beliau bertanya kepada mereka dan mereka menjawabnya dengan mata berbinar.

(Bersambung ke Bagian 09)


QISHSHAH AL-MI’RĀJ

Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.

RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR

* Sumber Tulisan: http://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/03/25/dardir-08/


 

Isrā’ dan Mi’rāj 07

(7)

Nabi saw., kemudian, bertemu dengan sekelompok orang yang lidah-lidah dan bibir-bibir mereka sedang dipotong dengan gunting-gunting besi. Setiap kali terpotong, (lidah dan bibir mereka itu) kembali (utuh) seperti sedia kala. Tidak ada (seorang atau suatu apapun) yang dapat menghindarkan mereka (dari siksaan itu).

Nabi saw. bertanya, “Siapakah mereka, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab, “Mereka semua adalah pekhutbah-pekhutbah yang menyebarkan tipu daya, yaitu pekhutbah-pekhutbah dari umatmu yang menyampaikan apa yang mereka sendiri tidak melaksanakannya.”

(8)

Nabi saw., kemudian, melewati sekelompok orang yang (jari-jari tangan mereka) memiliki kuku-kuku tembaga. Dengan kuku-kuku tembaga itu, mereka menyakari wajah-wajah dan dada-dada mereka sendiri (hingga robek).

Nabi saw. bertanya, “Siapakah mereka, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang memakan daging-daging sesama manusia dan menghancurkan kehormatan mereka (dengan cara menyebarkan aib dan keburukan).”

(9)

Nabi saw., kemudian, melihat sebuah lubang kecil yang darinya keluar seekor sapi jantan yang sangat besar. Sapi itu ingin kembali ke lubang dari mana ia keluar, namun ia tidak dapat (melakukannya).

Nabi saw. bertanya, “Apakah (yang sedang kulihat) ini, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab, “Ini adalah seorang pria dari umatmu yang mengucapkan suatu kata yang (mengakibatkan terjadinya suatu bencana) sangat besar. Ia menyesali ucapannya itu, namun ia tidak dapat menariknya kembali.”

(10)

Saat Nabi saw. sedang melaju, ada seseorang, tiba-tiba, memanggil beliau dari sebelah kanan: “Wahai Muhammad, lihatlah aku! Kumohon!”

Nabi saw. tidak menjawab panggilan itu. Beliau bertanya, “Apakah (yang memanggilku) ini, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab, “Ini adalah (panggilan) seorang penyeru Yahudi. Adapun engkau, jika engkau menjawab (panggilan)nya, maka umatmu benar-benar akan menjadi (penganut agama) Yahudi.”

(11)

Kemudian, saat Nabi saw. (kembali) melaju, ada seseorang, tiba-tiba, memanggil beliau dari sebelah kiri, “Wahai Muhammad, lihatlah aku! Kumohon!”

Nabi saw. tidak menjawab panggilan itu. Beliau bertanya, “Apakah (yang memanggilku) ini, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab, “Ini adalah (panggilan) seorang penyeru Nashrani. Adapun engkau, jika engkau menjawab (panggilan)nya, maka umatmu benar-benar akan menjadi (penganut agama) Nashrani.”

(12)

Kemudian, saat Nabi saw. (kembali) melaju, muncullah, tiba-tiba, sesosok wanita yang kedua lengannya terbuka. Tubuhnya dihiasi dengan aneka perhiasan yang diciptakan Allah swt. Wanita itu berkata, “Wahai Muhammad, tataplah aku! Kumohon!”

Nabi saw. tidak sedikipun menoleh (baik kepala, mata, atau hati) ke arah wanita itu. Beliau bertanya, “Siapakah ini, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab, “Dialah dunia. Adapun engkau, jika engkau menjawab (sapaan)nya, maka umatmu niscaya lebih memilih dunia daripada akhirat.”

(13)

Kemudian, pada saat Nabi saw. (kembali) melaju, muncullah, tiba-tiba, sesosok kakek yang memanggil beliau di jalan, seraya menyapa, “Kemarilah, wahai Muhammad!” Jibrīl menukas, “Tetaplah melaju, wahai Muhammad!” Beliau bertanya, “Siapakah ini, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab, “Inilah Iblis, si musuh Allah. Dia ingin engkau ikut dengannya!”

(14)

Nabi saw. telah melaju (kembali) ketika muncul sesosok nenek jompo di tepi jalan. Ia memanggil beliau, “Wahai Muhammad, lihatlah aku! Kumohon!”

Nabi saw. tidak sedikitpun menoleh ke arah nenek jompo itu. Beliau bertanya, “Siapakah ini, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab, “Sungguh, dia adalah (gambaran bahwa) umur dunia tidak lagi bersisa kecuali (seperti) sisa umur nenek jompo ini.”

(Bersambung ke Bagian 08)


QISHSHAH AL-MI’RĀJ

Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.

RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR

* Sumber Tulisan: https://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/03/24/dardir-07/


 

Isrā’ dan Mi’rāj 06

BERBAGAI PENAMPAKAN

(1)

Nabi saw., kemudian, bertemu dengan sekelompok orang yang kepala-kepalanya sedang dihantami (dengan batu sampai hancur). Setiap kali terhantam (hancur), (kepala-kepala mereka itu) kembali (utuh) seperti sedia kala. Tidak ada sesuatu pun yang dapat membebaskan mereka dari siksaan itu.

Nabi saw. bertanya, “Wahai Jibrīl, siapakah mereka?” Jibrīl menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang kepala-kepalanya berat untuk melaksanakan shalat wajib.”

(2)

Nabi saw., kemudian, bertemu dengan sekelompok orang yang di kelamin-kelaminnya tertancap penyumpal dan di dubur-duburnya tertancap penyumpal pula.

Orang-orang itu merangkak seperti unta dan domba, lalu melahap pohon dharī’ (yaitu pohon berduri, kotor, dan berbau busuk sehingga hewan-hewan pun menjauhinya), melahap buah zaqūm (yaitu buah-buahan yang rasa haus dan lapar, justru, akan menghebat jika seseorang memakannya, dan –menurut al-Ajhūrī– berasal dari pohon yang berada di neraka yang penghuninya pun enggan memakannya), dan melahap batu-batu serta kerikil-kerikil membara (yang berasal dari neraka) Jahannam.

Nabi saw. bertanya, “Siapakah mereka, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang tidak menunaikan sedekah (yang diwajibkan) atas hartanya. (Ingatlah!) Allah tidak pernah menzalimi mereka sedikitpun!”

(3)

Nabi saw., kemudian, bertemu dengan sekelompok orang yang, di hadapan mereka, ada (hidangan) daging yang masih baik di atas sebuah nampan dan ada seonggok daging lain yang mentah dan busuk. Mereka memakan (onggokan daging) yang mentah dan busuk itu, lalu menyingkirkan (hidangan daging) yang masih baik dan lezat.

Nabi saw. bertanya, “Apakah (yang sedang kusaksikan) ini, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab, “Inilah seorang pria dari umatmu yang memiliki istri yang halal dan sah, namun ia mendatangi wanita lain yang tidak sah, lalu tidur bermalam dengannya sampai pagi. (Ini pun adalah) seorang wanita (dari umatmu) yang dimiliki suaminya secara halal dan sah, namun ia mendatangi pria lain yang tidak halal, lalu tidur bermalam dengannya sampai pagi.”

(4)

Nabi saw., kemudian, bertemu dengan sebatang kayu (yang melintang) di jalan. Tidak ada selembar baju atau apapun (yang dikenakan seseorang) yang melewati, kecuali dirobeknya.

Nabi saw. bertanya, “Apakah (yang sedang kulihat) ini, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab, “Ini adalah perumpamaan sekelompok orang dari umatmu yang duduk-duduk di jalan sehingga mereka pun menyumbatnya (yang, karena itu, orang-orang pun tidak dapat melintas).”

Jibrīl, kemudian, membaca, “Dan janganlah kamu duduk di setiap jalan (menuju kebaikan dunia dan akhirat, dengan maksud) menakut-nakuti dan menghalang-halangi (siapa) yang beriman dari jalan Allah.” (al-A’raf, 7:86).

(5)

Nabi saw., kemudian, melihat seorang pria yang sedang berenang di sebuah sungai darah seraya dilempari batu-batu.

Nabi saw. bertanya, “Apakah (yang sedang kulihat) ini, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab: “Dia adalah seorang pemakan riba.”

(6)

Nabi saw., kemudian, bertemu dengan seorang pria yang telah mengumpulkan setumpuk kayu bakar. Pria itu tak mampu memikul tumpukan kayu bakar itu, namun ia (malah) menambah (kayu bakar lain) ke tumpukannya.

Nabi saw. bertanya, “Apakah (yang sedang kutemui) ini, wahai Jibrīl?” Jibrīl menjawab, “Dia adalah seorang pria dari umatmu yang mendapat banyak amanat dari orang lain. Ia tak mampu menunaikannya. Namun, ia selalu menginginkannya.”

(Bersambung ke Bagian 07)


QISHSHAH AL-MI’RĀJ

Ditulis oleh al-‘Allāmah Najmuddīn al-Ghaythī, diperinci oleh Abī al-Barakāt as-Sayyid Ahmad ad-Dardīr, dan diterjemahkan oleh al-Ustādz Iqbal Harafa.

RAJABAN
DI PESANTREN DAARUL ULUUM BOGOR
BOGOR

* Sumber Tulisan: https://iqbalharafa.daarululuum.co.id/2018/03/23/dardir-06/